"Aliana", dia menyebut namanya.
ekspresi q saat itu mungkin terlihat seperti penjahat licik yang mencari taktik bagaimana melumpuhkan lawan, tapi dia terlihat santai saja.
dia memberi q sebungkus permen bermerek gx terkenal yang rasanya agak aneh, tapi dia bilang itu permen ksukaannya,"suguss".... OMG.....
dia mengambil dua jurusan, salah satunya sama dengan q, ilmu akutansi.
singkat cerita, mungkin karena jodoh kami diterima di jurusan yang sama, satu kelas, dan nomor induk yang berurutan. Aliana adalah pribadi yang ramah,setiap kata - katanya padat berisi dan aq banyak mengambl pelajaran dari ucapan - ucapannya. Ada satu ucapan yang paling q ingat, hanya hal kecil....tapi bagi q itu luar biasa. Saat itu hari pertama perkuliahan kami,tugas pertama kami adalah membuat peta konsep penawaran dan permintaan.... aq kehilangan penggaris q,dengan pasti Aliana mematahkan penggarisnya dn memberikannya pada q....PERFECT! ini ucapannya..."everyone has one chance to do great things for anothers,so jangan biarkan kesempatan itu hilang selagi kita msh bisa melakukannya"....aq bengong,sjak saat itu aq tau, dia bukan wanita biasa.
kami punya prinsip yang berbeda, aq menganggap bahwa sesuatu hal yang baik yang aq lakukan sangat mahal harganya while her.....
Aliana selalu mengobral kebaikannya pada semua orang.....
suatu ketika ada seorang pria datang ke kampus kami,menemui Aliana dan aq pun akhirnya mengenalnya.
Dia Fadil,dekripsi tentangnya aq byangkan pada seorang presenter berita "Aiman Wicaksono". Berwibawa,senyumnya tipis tapi semburat seperti cahaya kilat yang menyambar- nyambar jantungku....LEBAAAYYYY.
tapi siapakah dia?
Aliana bilang "ini mas Fadil tunangan q Din...".
Hati q menciut,apakah Aliana tak ingin berbaik hati pada q dengan memberikan TUNANGANNYA pada q.it's crazy thinking.....
Dan baru q sadari...i'm falling in love...the first love anda the first prince in my heart....ckckck
dan ketika pulang kerumah dengan wajah yang no bright.... aq berteriak I HAVE BROKEN HEARTTTTT!!!!!
(to be continue)
dariman harusnya cerita ini dimulai?
heeemh...
seseorang punya keinginan sendiri - sendiri dalam menentukan pasangan seperti apa yang akan dipilih nanti....
wanita.....suka pria ganteng, bertubuh atletis, mapan, perhatian....thats usual!
tapi kalau ada wanita yang ingin berbagi dengan wanita lain, its possible?, why not???
wanita tercipta dari tulang rusuk laki - laki,pertanyaannya...."berapakah tulang rusuk laki - yang hilang?"
jika bahagia hidup bertiga,berbagi cinta, waktu, materi,jalani aja.... itu yang namanya menghargai hidup,Great!
untuk apa kita bersusah payah berebutan cinta sdgkn cinta itu milik semua orang...
mengapa harus menyiksa diri sendiri?
bukankah Tuhan jg membagi cintanya untuk semua orang dan justru karena itu semua orang berbahagia.....
cerita ini aq mulai dari minus ke plus....
bingung kenapa seperti itu kronologinya?
aq gx pernah jatuh cinta...
so far aq gx pernah patah hati....
kalau dihitung pake rumus statistika,gx ada korelasi yang baik antara aq dan kedua orang tua q...
mereka gx bercerai,tp mereka gx pernah tidur sekamar....
setau q.... mngkin dulu pernah,
kalau gx pernah mana mungkin aq ada....
Ibu q tidak pernah menyebut kata "sayang" dirumah,
ayah....selalu memperbanyak penyebutan kosa kata anarkis "sial,brengsek,bangsat,dan bla bla bla..."
Mereka gx pernah memberi pelajaran tentang bagaimana mencintai seseorang...... yang mereka contohkan hanyalah bagaimana cara menyingkirkan musuh,saingan,dan memenangkan sebuah kompetisi...
jadilah aq....
awalnya, aq bertemu dengan seorang gadis cantik, polos, penampilannhya....lumayan jauh lebih baik daripada aq, berjilbab, tapi jilbab modern....kayak artis2 gitu...
aq berkenalan dengannya, tapi untuk q jadikan saingan pertama untuk masuk universitas....
(to be continued)
bau hujan membius nadi q,
mncakar otot2 kepala q,
mnggoyahkan skjur tbuh q tanpa henti....
ada kata "sakit" menari nari disetiap detik yang trlewati,,,
aq ketakutan..
bila ada lorong bawah tanah yg mampu melindungi q,itu hnya harapan...
hanya genggaman tangan di dagu yg sdkt menolong q mnjga diri....
aq sellu mrsa sendiri....
Tuhan sdg berdiri ddkt q...
aq tau...
pertanyanya, apakah Ia msih teman q?
bgaimna aq brbicra dg Nya?
bgaimna aq mnyentuh cintaNya?
sdg dosa q trhampar diantra aq dn Dia...
memishkn kami,
apa mau mndgr triakn q .....
sdg diri q telah terlalu jauh melangkah menjauh dari Nya....
sekarang....
hnya lukisan rasa skit yang bersemayan disudut mata q....
mngorek - ngorek tenggorkan q....
mmenoreh sayatan - sayatan ditumit q...
aq mrsa tak kn mampu...
aq merasa terbelenggu....
Aku memandang dua botol minuman dingin di hadapanku. Ku rasakan berat kedua mata dan sakit di kepalaku. Entah mengapa aku berubah menjadi seorang wanita cengeng semenjak mengenal pria egois bernama Damar. Sungguh perasaan cintaku padanya terus menyiksaku.
“aku mohon Fa, beri aku kesempatan sekali lagi dan ini yang terakhir”, pintanya ketika menemuiku di sanggar tiga hari yang lalu.
Entah sudah berapa kali ia mengulang kata – kata itu. Dan entah berapa kali pula Damar mengingkarinya. Mungkin wanita lain takkan sekuat aku menghadapi tingkah laku yang tak karuan seperti tingkah lakunya. Terlalu cinta, yang membuatku selalu mengalah pada laki – laki itu. Saat itu aku tak menangis, mungkin sudah tak ada air mata yang bisa ku teteskan.
“Rifa…”,panggil Damar lagi. Ia menggenggam sebelah tanganku dan menatapku penuh harapan. Aku tak bergeming, ingatanku terus menayangkan semua penghianatannya. Sudah terlalu sering, dan kali ini aku menyerah.
“ma’afkan aku Mar, aku nggak bisa”, satu ucapan yang tak pernah kuutarakan sebelumnya meluncur berat dari bibirku. Damar beringsut, ia terlihat amat terkejut, mungin ia tak menyangka aku akan mengatakannya. Dia tahu aku sangat mencintainya. Aku melepas tangannya perlahan, aku menyunggingkan senyuman yang justru membentuk garis lengkung yang kurasa sangat sakit.
“kenapa Fa? Aku mencintaimu dan bukankah kamu juga mencintaiku?”, serunya dengan nada kecewa.
“aku emang mencintaimu, sampai sekarang pun aku masih seperti itu”, seruku mantap, aku tak pernah setegar ini apalagi berani mengutarakan hal itu.
“aku telah mema’afkanmu jauh sebelum kamu memintanya. Aku merasa tak mampu meluluhkan dan mengimbangimu. Lalu apa artinya aku jika kita masih bersama?”.
“aku ngak bisa tanpa kamu Fa…”.
“bisa….pergilah,puaskanlah berganti cinta kecinta lain dan setelah kamu merasa puas, kamu akan mengerti bahwa cintakulah yang paling tulus. Aku menunggumu kembali nanti”.
“apa bedanya sekarang atau nanti?”.
“aku nggak pernah minta apapun dari kamu. Kali ini biarkan aku yang memilih jalan kita”, terangku.
Damar menunduk lemah,terlihat gurat penyesalan di wajahnya. Tapi inilah keputusanku.
Aku melirik jam ditangan kiriku, kali ini kutetapkan hati untuk menerimanya lagi. Cuup tiga hari aku belajar memberi kesempatan kepada Damar. Aku memang sangat mencintainya, aku mengumpulkan harapan untuknya agar bisa merubah kebiasan buruknya dan menjaga cinta yang kuberikan.
Aku melangkah menyusuri sepanjang koridor kampus. Sesekali aku menjawab sapaan teman – teman ku satu angkatan yang berpapasan denganku. Aku memantapkan langkahku untuk kembali menerima Damar, karena ku sadar aku membutuhkannya,
Pukul 1 siang, aku masih menunggunya ditaman belakan Fakultas Perikanan tempatku dan Damar janjian. Kebiasaan ngaret masih saja dia lakukan, bagaimana mungkin dia benar – benar berubah.
Sejurus ku melihat sosok yang tak asing bagiku. Dia menghampiriku dengan seulas senyum dibibirnya.laki – laki beralmamater Universitas Brawijaya itu kini ada dihadapanku.
“Satya”, pangilku setelah berhasil menemukan file namanya dalam ingatanku. Ia masih tersenyum dan menjajari duduk.
“apakabar kamu Fa?”, tanyanya.
“kelihatannya gimana?”.
“kelihatannya kurusan disbanding 2 tahun yang lalu waktu kita masih sama – sama di SMU 3…”,celotehnya sambil tertawa renyah.
Satya kakak kelasku saat di SMU, dulu pernah ada rasa suka diantara kami. Tapi hanya sebatas itu, cinta monyet itu tak berlanjut sampai kami menempuh jalur pendidikan yang berbeda.
“apa kamu nggak suka kalau aku kurus?”,tanyaku menggoda.
“aku selalu menerimamu apa adanya”.
“oh ya… mana buktinya?”.
“buktinya aku masih sendiri sampai sekarang”,ucapnya sambil tertawa menampakkan barisan giginya yang putih bersih.
Kata – kata Satya membuatku lupa pada perasaan sakit yang tengah ku rasakan. Ia masih selalu membuatku tersenyum seperti dulu. Kehadirannya selalu membahagiakanku dan tak pernah sekalipun membuatku terluka
“oh ya, mana bisa hal seperti itu meyakinkanku”, gurauku lagi.
“kalau begitu aku harus membuktikan dengan apa?”, tanyanya.
“datanglah kerumahku dan katakana pada orang tuaku bahwa kamu mencintaiku!”, seruku mantap. Aku dan Satya tertawa bersama. Satya memegangi pipi kiriku dan menatapku tak berkedip.
“baiklah, tunggu aku nanti malam!”, serunya.
Aku terdiam, tiba – tiba aku merasakan sesuatu yang sangat indah dari semua sikapnya. Semua gurauan yang baru saja terjadi hanyalah ungkapan yang samar, tapi aku melihat ketulusan di dirinya.
“hey, kok melamun?”, seru Satya lagi. Aku ersentak dan sedikit rikuh.
“oh, nggak kok, siapa yang ngelamun”, seruku gugup.
“ya udah, aku kekantor Rektorat dulu ya, mau antar undangan penting dari kampus”<, uangkapnya dan beranjak dari duduknya.
“iya”, jawabku singkat.
“sampai jumpa”, Satya mengucapkan salam perpisahan dan meninggalkanku. Ku ikuti dia dengan ekor matakudan di tikungan, ku lihat dia hamper bertabrakan dengan laki – laki yang amat ku kenal. Damar telah berada di hadapanku dengan nafas yang tidak teratur.
“ma’af Fa, aku terlambat. Tadi motorku bermasalah”, jelanya. Aku diamtanpa respon. Ku tatap dirinya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Fa!”, panggilnya lagi.
Entah kenapa aku tak lagi merasakan keinginanku bertemu dengannya. Hatiku tiba – tiba mengeras dan sosok Damar menjadi sesuatu yang sangat mengerikan dihadapanku.
“aku mohon Fa, aku memang salah , tapi aku nggak bohong”,Damar menggenggam tanganku. Aku melepasnya perlahan.
“kali ini aku yang harus meminta ma’af. Dua menit yang lalu cinta pertamaku telah membawa cintaku pergi. Inilah keputusanku, aku nggak bias bersama kamu lagi”, jelasku. Kata – kata yang tak pernah ku rangkai sebelumnya meluncur manis dari bibirku. Damar tersentak.
“kenapa Fa?”.”aku sudah tidak mencintaimu Mar”, seruku dan aku tak berbohong.
“Rifa….ayo pulang sama – sama”, seru Satya yang tiba – tiba hadir diantara kami. Reflex ku gandeng tangannya, Damar masih tampak terkejut dan takmenyangka dengan apa yang aku lakukan.
“ini Satya, kami berdua saling mencintai”, seruku mantap. Mereka berdua memandangku lekat – lekat. Ku ambil keputusan akhir, ku ulurkan tangan sebagai salam perpisahan kepada Damar. Dammar menyam butnya tanpa sepatah katapun.
“sampai disini pertemuan kita kali ini Mar, selamat tinggal”,lanjutku. Aku melangkah meninggalkannya bersama Satya, kupalingkan wajah setelah beberapa langkah dariya, aku melihat Damar menangis.
Akankah seseorang yang mencintai hadir tanpa dicari dan tanpa pernah diketahui sebelumnya, maka bertanyalah siapa dia?
Karya termanis:
FRENTY MAHARINI
“Tika….. “.
Aku menoleh, satu panggilan menyentakkanku. Sejurus kulihat sesosok tubuh jangkung menemuiku dengan setengah berlari.
Aku tak menghentikan langkahku dan tak pula menambah kecepatan.Kini sosok asing itu telah bejalan mengiringiku. Ia menatapku dan mengulurkan tangan, aku menyambutnyatanpaekspresi.
“hai….., aku Kamal “,ucapnya memperkenalkan diri.
“Kamal….???? “, aku berusaha mencari filenamanya dalam memoriku, namun sia – sia.
“kita belum pernah bertemu sebelumnya Sartika… “, responnya sambil mengulaskan senyum yang sangat ramah dan berwibawa.
“bagaimana kamu tau aku ??? “.
“aku mengenalmu dari foto –fotomu “, jawabnya masih dengan senyumyangmenampakkansebuah lubang kecil dipipi kanannya.
“foto ?, Aku bukan foto model “, ungkapku heran.
“ya, aku melihat foto – fotomu dikamarAbimanyu, sepupuku “, jelasnya.
Kamal menyebutkan satu nama yang begitu kukenal. Bahkan begitu menyakiti hatiku, gemanya merobek kembali luka lamayang baru saja mongering. Kamal datang tiba – tiba dan mengenalkan kembali ABI, laki – laki yang amat aku benci sekaligusamat aku cintai.
Aku terdiam, kami masih berjalan beriringan disepanjang jalanTelogomas.
“kau mengenalnya kan ?’, Tanya Kamal.
“Abi…. “.
“ya, dia sepupuku Tika “.
“jadi begitu ?’, responku dingin.
“Abi banyak bercerita tentangmu “.
“oh ya, aku rasa aku bukan topik yang pantas untuk dibicarakan “. Aku menelan ludah, perih………
“yaaaaa…..,dia selalu bilang bahwa kau adalah gadis paling baik yang pernah dikenalnya, kau gadis yang snngat spesial “, jelas Kamal panjang lebar.
Cerita Kamal kembali membuka luka lama yang telah terbungkus rapi dalam hatiku. Abi adalah sebuah kebodohan terbesar yang pernah kulakukan. Akupun pernah berpikir untuk membuang jauh nama Abi dari fikiranku.Tapi Kamal datang dan mengingatkanku pada cinta sebelah tangan yang pernah ku alami.
2 tahun 4 bulan17 hari, wktu telah lama berlalu semenjak Abi menggores luka dihatiku. Abimanyu Cahya Putra, dia vokalis band disekolahku. Wajahnya yang mirip bintang sinetron Kiki Fareldan karakter vokalnya yang berhasil meraih kejuaraan berbagai kontes band antar sekolah, membuatku luluh.Sikapnya yang lembut dan perhatiannya terhadapku telah menumbuhkan perasaan cinta yang mendalam dihatiku. Hari – hari bersamanya kujalani sebagaimana kupikirkan, dia mencintaiku. Kami selalu makan siang bersama, nonton, main basket, pulang sekolah bersama, bahkan hampir semua keluargaku mengenal Abi. Dia tak pernah menyatakan cinta, tapi kesalahanku, karena menganggap semua sikap manisnya adalah manifestasi dari sebuah rasa cinta . Semua terjawab setelah Silvia datang, Abi memilihnya. Wajah cantik layaknya model iklan, tubuh sexy, populer, dan supel, itulah Silvia. Ia merenggut Abi dariku. Abi tak pernah bertanya tentang perasaanku , dia hnya menganggapku sebagai ank kecil yng perlu dimanjakan, diperhatikan, tapi tidak untuk diberi cinta. Semua semakin menyakitkan , ketika Abi memutuskan untuk melanjutkan study di Jakarta, tidak sendiri tetapi dengan Silvia. Aku jatuh dan benar – benartak bisa terbangun apalagi untuk memegang erat Abi. Aku benci kenyataan itu, aku benci mereka.
Aku dan Kamal belum memutuskan untuk berhentimenyusuri trotoaryang cukup sejuk karena bayanganpepohonan yang mungkin sengaja ditanam untuk penghijauan kota.
“kamu kuliah di UMM? “, Tanya Kamal lagi setelah sekian lama menunggu responku.
“iya, kenapa? ‘, jawabku tak berselera.
“masih jurusan psikologi ? ‘.
“kan gx mungkin kuliah pindah -pindah jurusan, cari repotaja”.
Kamal tertawa pelanmendengarjawabanku, Wajahnya yangsedikit kearab – arabanitu menunjukkankesan sabar dan bersahaja. Ia menatapku, aku mengalihkan pandangan jauh diujungjalan . Entah mengapa aku tak berani menatapnya. Ia memandangku seperti cara Abi, lelaki ini begitu misterius . Apa sebenarnya tujuannya menemuiku?
Kamal menghentikan langkahnya dan memberhentikan sebuah taxi. Aku tertegun, dia menarik tanganku dan membuka pintu taxi, mempersilahkanku masuk. Aku tak menanyakan apapun untuk semua sikapnya, dankumsuki taxi perlahan. Kulihat Kamal menemui supir taxi dan menyerahkan lembar ratus ribuan. Entah kenapa mataku terus mengikuti gerak geriknya yang nyaris mengingatkanku pada Abi. Kamal menemuiku lagi dan mengetuk kaca mobil.
“hati – hati Tika! “’ ucapnya.
Aku mencoba memberikan seulas senyum untuknya.Taxibergerak mebawaku meninggalkan Kamal seorang diri. Aku terus memandangnya dengan ekor mataku hingga sosoknya menghilang dikejauhan.
Dering bel memaksaku berjalan menuju pintu. Kutinggalkan setumpuk naskah artikel diruang tegah, sedikit kesal.
Sosok berkemeja merah hatiberdiri dengan seulas senyum ketika daun pintu telah kubuka.Aku tersentak.
“Kamal”, seruku, Kamal masih tersenyum.
“boleh aku masuk?”, pintanya..
“oh, silahkan “, aku mempersilahkannya masuk. Ia berjalan mengikutiku dan kami duduk berhadapan disofa ruang tamu.
“ma’af,rumahku berantakan”, Lnjutku.
“tak apa Tika, aku datang kemaribukan untuk meninjau keadaan rumahmu “, serunya lembut. Sangat menjaga perasaanku, sama seperti Abi,masih sama….
“darimana kau tahu alamat rumahku, dari Abi ?”, tanyaku sambil menyebutkannama Abi, orang yang menjadi naraumber aktual Kamal,sepupunya.
“tidak, aku mencarinya sendiri, dari supir taxi yang mengantarmukemarin”, jelanya.
Ternyata Kamal lebih pandai memberi surprise daripada Abi. Aku tak menyangka, dia akan menemuiku dengan alamat yang benar.
“oh ya, sebentar aku ambilkan minuman “, seruku menawarkan sedikit keramahan.
“tak usah Tika, kedatanganku kemari hanya untuk mengajakmu keluar. Itupun kalau kau bersedia “, tawarnya.
Aku menghela nafas, berfikir untuk jawaban pali ng tepat..
“ma’qfMal, aku kurang enak badan hari ini, tak apa kan?”, tolakku.
Kamal tersenyum, tak ada rona kecewa diwajahnya. Ia selalu terlihat teguh dihadapanku. Dan sepeninggal Kamal, aku terus memikirkannya. Kehadiran lelaki itu telah member arti tersendiri dan aku merasakan sesuatu yang berbeda dai binar mata kelam lelaki itu.
Semua berjalantanpa perhitunganku , Kamal terus memasuki hari – hariku. Ia dating dengan keteguhan dan keberaniannya. Aku merasa selalu bahagia ketika bersamanya, apakah aku kembali merasakan perasaan itu ?. cinta….ah aku memang mulai harus memikirkannya, tapi ketakutan akan masa lalu terus membayangiku, membuatku bimbang pada kenyataan . kamal pun tak pernah menyatakan apapun padaku. Apakah yang dilakukannya hanya untuk mempermainkan perasanku seperti Abi?. Kami menghabiskan waktu bersama dan aku benar – benar telah merasakan kehadiarannya dalam hidupku.
Kamal pria yang pengertian , da selalu membuatku bangga, memujiku, dan memberiku kedamaian. Lalu apa bedanya dengan apa yang telah Abi berikan padakudulu, hingga aku tak pernah siap dengan kenyataan yang tibatiba menghajarku.
Waktu membuatku belajar membuka hati , hanya sosok Kamal yang mampu membuka hatiku yang pernah terkunci rapat karena traumaku akan cinta. Kali ini ku yakin bahwa cinta itu ada untukku.
“ Sartika!”
Aku tersentak, entah sudah berapa lama aku meninggalkan Kamal dalam lamunanku.
“oh…Mal,ma…ma’af”seruku meminta ma’af.
“ada apa?”, tanyanya seraya menggenggam tanganku.
Aku terbelalak, ku lepas pegangan tangannya dan beranjak dari duduk. Cincin di jari manis Kamal………
“kenapa kau tak pernah menceritakan sebelumnya?”, teriakku tak tahan menahan emosi jiwa.
“Tika!”, pangginya.
Sita, Sari, Deavi, Riri, Santi, atau siapapun nama dibalik cincin itu pasti akan teluka dengan sikapmu. Pergi! Aku tidak suka pada lelaki yang tidak setia pada kekasihnya!”, seruku, rasa yang telah ku kumpulkan kini terberai kembali, karena Kamal.
Aku berlari meninggalkannya,dia mengejarku.
“Tika, dengarkan aku, kita perlu bicara”, teriak Kamal dari luar. Aku diam di balik pintu, bergelut dengan tangis.
“Sartika! Kalu dalam semenit pintu ini tak kau buka, akuakan mendobraknya!”< ancamnya. Aku menutup telingaku, rasa sakit membuatku merasa tak menginjakkan kaki diatas bumi.
“ Asal kau tau, nama dibalik cincin ini adalah SARTIKA!”, ungakapnya. Aku terperangah, ku buka pintu dengan gerak reflex dan aku menubruknya tanpa ampu.