Sabtu, 10 Desember 2011

tak kan terulang


TAK KAN TERULANG
Cinta suci akan abadi

Akankah seseorang yang mencintai hadir tanpa dicari dan tanpa pernah diketahui sebelumnya, maka bertanyalah  siapa dia?

Karya termanis:
FRENTY MAHARINI



                                      “Tika ….. “.
              Aku menoleh, satu panggilan menyentakkanku. Sejurus kulihat sesosok tubuh jangkung menemuiku dengan setengah berlari.
              Aku tak menghentikan langkahku dan tak pula menambah kecepatan.  Kini sosok asing itu telah bejalan mengiringiku. Ia menatapku dan mengulurkan tangan, aku menyambutnya  tanpa  ekspresi.
              “hai….., aku Kamal “,ucapnya memperkenalkan diri.
              “Kamal….???? “, aku berusaha mencari file  namanya dalam memoriku, namun sia – sia.
              “kita belum pernah bertemu sebelumnya Sartika… “, responnya sambil mengulaskan senyum yang sangat ramah dan berwibawa.
              “bagaimana kamu tau aku ??? “.
              “aku mengenalmu dari foto –fotomu “, jawabnya masih dengan senyum  yang  menampakkan  sebuah lubang kecil dipipi kanannya.
              “foto ?, Aku bukan foto model “, ungkapku heran.
              “ya, aku melihat foto – fotomu dikamar  Abimanyu, sepupuku “, jelasnya.
              Kamal menyebutkan satu nama yang begitu kukenal. Bahkan begitu menyakiti hatiku, gemanya merobek kembali luka lama  yang baru saja mongering. Kamal datang tiba – tiba dan mengenalkan kembali ABI, laki – laki yang amat aku benci sekaligus  amat aku cintai.
              Aku terdiam, kami masih berjalan beriringan disepanjang jalan  Telogomas.
              “kau mengenalnya kan ?’, Tanya Kamal.
              “Abi…. “.
              “ya, dia sepupuku Tika “.
              “jadi begitu ?’, responku dingin.
              “Abi banyak bercerita tentangmu “.
              “oh ya,  aku rasa aku bukan topik yang pantas untuk dibicarakan “. Aku menelan ludah, perih………
              “yaaaaa…..,  dia selalu bilang bahwa kau adalah gadis paling baik yang pernah dikenalnya, kau gadis yang snngat spesial “, jelas Kamal panjang lebar.
              Cerita Kamal kembali membuka luka lama yang telah terbungkus rapi dalam hatiku. Abi adalah sebuah kebodohan terbesar yang pernah kulakukan. Akupun pernah berpikir untuk membuang jauh nama Abi dari fikiranku.  Tapi Kamal datang dan mengingatkanku pada cinta sebelah tangan yang pernah ku alami.
              2 tahun 4 bulan  17 hari, wktu telah lama berlalu semenjak Abi menggores luka dihatiku. Abimanyu Cahya Putra, dia vokalis band disekolahku. Wajahnya yang mirip bintang sinetron Kiki Farel  dan karakter vokalnya yang berhasil meraih kejuaraan berbagai kontes band antar sekolah, membuatku luluh.  Sikapnya yang lembut dan perhatiannya terhadapku telah menumbuhkan perasaan cinta yang mendalam dihatiku. Hari – hari bersamanya kujalani sebagaimana kupikirkan, dia mencintaiku. Kami selalu makan siang bersama, nonton, main basket, pulang sekolah bersama, bahkan hampir semua keluargaku mengenal Abi. Dia tak pernah menyatakan cinta, tapi kesalahanku, karena menganggap semua sikap manisnya adalah manifestasi dari sebuah rasa cinta . Semua terjawab setelah Silvia datang, Abi memilihnya. Wajah cantik layaknya model iklan, tubuh sexy, populer, dan supel, itulah Silvia. Ia merenggut Abi dariku. Abi tak pernah bertanya tentang  perasaanku , dia hnya menganggapku sebagai ank kecil yng perlu dimanjakan, diperhatikan, tapi tidak untuk diberi cinta. Semua semakin menyakitkan , ketika Abi memutuskan untuk melanjutkan study di Jakarta, tidak sendiri tetapi dengan Silvia. Aku jatuh dan benar – benar  tak bisa terbangun apalagi untuk memegang erat  Abi. Aku benci kenyataan itu, aku benci mereka.
              Aku dan Kamal belum memutuskan untuk berhenti  menyusuri trotoar  yang cukup sejuk karena bayangan  pepohonan yang mungkin sengaja ditanam untuk penghijauan kota.
              “kamu kuliah di UMM? “, Tanya Kamal lagi setelah sekian lama menunggu responku.
              “iya, kenapa? ‘, jawabku tak berselera.
              “masih jurusan psikologi ? ‘.
              “kan gx mungkin kuliah pindah -  pindah jurusan, cari repot  aja”.
              Kamal tertawa pelan  mendengar  jawabanku, Wajahnya yang  sedikit kearab – araban  itu menunjukkan  kesan sabar dan bersahaja. Ia menatapku, aku mengalihkan pandangan jauh diujung  jalan . Entah mengapa aku tak berani menatapnya. Ia memandangku seperti cara Abi, lelaki ini begitu misterius . Apa sebenarnya tujuannya menemuiku?
              Kamal menghentikan langkahnya dan  memberhentikan sebuah taxi. Aku tertegun, dia menarik tanganku dan membuka pintu taxi, mempersilahkanku masuk. Aku tak menanyakan apapun untuk semua sikapnya, dan  kumsuki taxi perlahan. Kulihat Kamal menemui supir taxi dan menyerahkan lembar ratus ribuan. Entah kenapa mataku terus mengikuti gerak geriknya yang nyaris mengingatkanku pada Abi. Kamal menemuiku lagi dan mengetuk kaca mobil.
              “hati – hati Tika! “’ ucapnya.
              Aku mencoba memberikan seulas senyum untuknya.  Taxi  bergerak mebawaku meninggalkan Kamal seorang diri. Aku terus memandangnya dengan ekor mataku hingga sosoknya menghilang dikejauhan.
              Dering bel memaksaku berjalan menuju pintu. Kutinggalkan setumpuk naskah artikel diruang tegah, sedikit kesal.
              Sosok berkemeja merah hati  berdiri dengan seulas senyum ketika daun pintu telah kubuka.  Aku tersentak.
              “Kamal”, seruku, Kamal masih tersenyum.
              “boleh aku masuk?”, pintanya..
              “oh, silahkan “, aku mempersilahkannya masuk. Ia berjalan mengikutiku dan kami duduk berhadapan disofa ruang tamu.
              “ma’af,rumahku berantakan”, Lnjutku.
              “tak apa Tika, aku datang kemari  bukan untuk meninjau keadaan rumahmu “, serunya lembut. Sangat menjaga perasaanku, sama seperti Abi,masih sama….
              “darimana kau tahu alamat rumahku, dari Abi ?”, tanyaku sambil menyebutkan  nama Abi, orang yang menjadi naraumber aktual Kamal,  sepupunya.
              “tidak, aku mencarinya sendiri, dari supir taxi yang mengantarmu  kemarin”, jelanya.
              Ternyata Kamal lebih pandai memberi surprise daripada Abi. Aku tak menyangka, dia akan menemuiku dengan alamat yang benar.
              “oh ya, sebentar aku ambilkan minuman “, seruku menawarkan sedikit keramahan.
              “tak usah Tika, kedatanganku kemari hanya untuk mengajakmu keluar. Itupun kalau kau bersedia “, tawarnya.
              Aku menghela nafas, berfikir untuk jawaban pali ng tepat..
              “ma’qf  Mal, aku kurang enak badan hari ini, tak apa kan?”, tolakku.
              Kamal tersenyum, tak ada rona kecewa diwajahnya. Ia selalu terlihat teguh dihadapanku. Dan sepeninggal Kamal, aku terus memikirkannya. Kehadiran lelaki itu telah member arti tersendiri dan aku merasakan sesuatu yang berbeda dai binar mata kelam lelaki itu.
              Semua berjalan  tanpa perhitunganku , Kamal terus memasuki hari – hariku. Ia dating dengan keteguhan dan keberaniannya. Aku merasa selalu bahagia ketika bersamanya, apakah aku kembali merasakan perasaan itu ?. cinta….ah aku memang mulai harus memikirkannya, tapi ketakutan akan masa lalu terus membayangiku, membuatku bimbang pada kenyataan . kamal pun tak pernah menyatakan apapun padaku. Apakah yang dilakukannya hanya untuk mempermainkan perasanku seperti Abi?. Kami menghabiskan waktu bersama dan aku benar – benar telah merasakan kehadiarannya dalam hidupku.
              Kamal pria yang pengertian , da selalu membuatku bangga, memujiku, dan memberiku kedamaian. Lalu apa bedanya dengan apa yang telah Abi berikan padakudulu, hingga aku tak pernah siap dengan kenyataan yang tiba  tiba menghajarku.
              Waktu membuatku belajar membuka hati , hanya sosok Kamal yang mampu membuka hatiku yang pernah terkunci rapat karena traumaku akan cinta. Kali ini ku yakin bahwa cinta itu ada untukku. 
              “ Sartika!”
              Aku tersentak, entah sudah berapa lama aku meninggalkan Kamal dalam lamunanku.
              “oh…Mal,ma…ma’af”seruku meminta ma’af.
              “ada apa?”, tanyanya seraya menggenggam tanganku.
              Aku terbelalak, ku lepas pegangan tangannya dan beranjak dari duduk. Cincin di jari manis Kamal………
              “kenapa kau tak pernah menceritakan sebelumnya?”, teriakku tak tahan menahan emosi jiwa.
               “Tika!”, pangginya.
              Sita, Sari, Deavi, Riri, Santi, atau siapapun nama dibalik cincin itu pasti akan teluka dengan sikapmu. Pergi! Aku tidak suka pada lelaki yang tidak setia pada kekasihnya!”, seruku, rasa yang telah ku kumpulkan kini terberai kembali, karena Kamal.
              Aku berlari meninggalkannya,dia mengejarku.
              “Tika, dengarkan aku, kita perlu bicara”, teriak Kamal dari luar. Aku diam di balik pintu, bergelut dengan tangis.
              “Sartika! Kalu dalam semenit pintu ini tak kau buka, aku  akan mendobraknya!”< ancamnya. Aku menutup telingaku, rasa sakit membuatku merasa tak menginjakkan kaki diatas bumi.
              “ Asal kau tau, nama dibalik cincin ini adalah SARTIKA!”, ungakapnya. Aku terperangah, ku buka pintu dengan gerak reflex dan aku menubruknya tanpa ampu.




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar