Ku pandangi selembar potret beku di bingkai berbentuk hati yang menyimpan wajahnya, seorang pria berambut cepak dan berlesung pipi yang berpose manis merangkul ku . Malam selalu menayangkan mimpi - mimpiku tentangnya, senyumnya, bahasanya, keramahannya........ aku menjadikannya bunga aster yang memutih dihatiku. Aku berkenalan dengannya di cafe tempat ku dan teman - teman nongkrong atau sekedar kumpul -kumpul, Tangannya dingin ketika menjabatku, mataku tak bisa membuang rekaman moment itu bahkan genggamannya mengalirkan energi elektromagnetik yang membuat darah ku bergelombang hebat.
"hai,boleh tau namanya?", sapanya, suaranya jernih walau seperti suara sopran yang sedikit tidak sesuai dengan pita suara laki - laki segagah dirinya.
"Karina", balasku sambil mengulas senyum.
"Bisa nyanyi?", tanyanya padaku.
"sedikit.....", jawabku ragu, ia tersenyum dan menarikku dari tempaku duduk.
Kini aku mendampinginya diatas panggung kecil di hadapan pengunjung cafe malam itu. Ia memandangku dengan matanya yang semakin membuat engsel - engsel kaki ku lemas. Jari - jarinnya mulai memetik gitar.
"Gaby, "begitu indah" Karina.....", serunya menyebutkan judul lagu yang harus kunyanyikan. Aku mengangguk.
Kami menyelesaikan lagu itu dengan kolaborasi yang sangat baik, dengan iringan not not yang dimainkannya dalam petikan gitarnya, aku bernyanyi dengan hatiku. Hal biasa untuk ku sekedar menyanyikan lagu lama sebagai vokalis band, temanku Jeni yang memintanya mengajakku bernyanyi.
Dia pengiring lagu baru di cafe ini, mulai saat itu aku semakin sering melihatnya memetik gitar untuk mengiringi lagu yang dinyanyikan penghibur cafe. Gayanya memainkan gitar, tampilannya yang modis dengan jaket kulit hitam dan jam tangan Swiss Army yang melingkar ditangannya, dia begitu indah.
Ia pribadi yang terbuka, kami cukup dekat sebagai teman, tapi aku merasakan sesuatu yang lebih dari sekedar teman. Kami sering menghabiskan waktu bersama, dia begitu lepas, tidak ada batasan atas semua sikapnya, aku sangat tenang tiap kali dia merangkul dan menggandeng tubuhku. Pengharapanku terlalu tinggi untuk ku sandarkan padanya, tapi dia tak pernah bicara cinta.....
12 Maret, hari ini tepat hari ulang tahunnya. Aku mendapatkan data itu dari akun facebooknya. Sengaja ku siapkan sebuah kue tart manis untuknya, ada dua buah lilin diatasnya dengan hiasan krim berbentuk mawar - mawar merah dan tulisan "happy birthday Eka". Kusiapkan hatiku pula untuk mengatakan segala angan dan rasaku untuknya disaat yang begitu berarti miliknya ini.
Untuk pertama kalinya aku berkunjung ketempat kosnya, aku berharap semoga ini akan menjadi surprise terindah untuk Eka. Kamarnya dibagian belakang, teman satu kosnya memberikan jalan untukku menemuinya.
"Eka itu anaknya tertutup mbak, kita - kita aja nggak pernah di ijinin masuk kamarnya", seru teman satu kos Eka yang bertubuh agak gemuk dan berambut ikal.
"masa sih mas, ya biar saya aja yang masuk kamrnya deh", responku, dia tertawa.
"ya udah coba aja, ayo saya antar", tawarnya.
Kami tiba didepan kamar Eka terletak paling pojok. Aku mengetuk pintu, kue tart di tanganku lilinnya sudah menyala terang. Eka membuka pintu dan nampak terkejut.
"happy birthday to you....happy birthday to you....happy birthday happy birthday...happy birthday Eka...",aku menyanyikan lagu ulang tahun untuknya, ia tersenyum dan meniup lilinnya.
"makasih Karina.....", serunya berterimakasih, aku mengangguk.
Benar saja, ia mengijinkanku masuk kamar. Kamarnya tidak terlalu lebar, tapi sangat nyaman, tidak biasa ketika ada seorang laki - laki yang menata kamarnya amat rapi dan wangi, bahkan ada bunga sedap malam disudut ruangan. Ia menjajariku yang sejak tadi terduduk diatas kasur bersprei biru dan meneliti seisi kamar.
"kenapa, ada yang aneh?", tanyanya.
"rapi banget...", jawabku.
"Karin, ada yang mau aku omongin sama kamu...", katanya lagi dengan nada serius. Aku memandangnya dengan harapan ia akan mengatakan cinta padaku, seperti mimpi - mimpiku selama ini.
"apa?", tanyaku dengan hati dag dig dug.
Ia menarik nafas dan menggeser letak duduknya lebih dekat denganku.
"Sebelumnya aku pngen tau......kenapa kamu baik banget sama aku?', ucapnya. Aku menata barisan kata sebelum menjawab pertanyaannya, semoga tidak ada yang salah.
"aku sayang kamu Ka.....", jawabku tenang.
Ia malh memandangku lekat - lekat, respon yang justru membuat erasaanku semakin tak enak.
"ini yang aku takutkan......", serunya.
"maksudmu?", tanyaku dengan hati yang tak menentu.
"apakah kamu pernah berpikir bahwa aku bukanlah seorang laki - laki?".
Pertnyaan Eka seperti halilintar yang menyambar dan merobohkan rasa yang selama ini kukumpulkan.
"Aku nggak ngerti, ....", ucapku dengan mata yang mulai perih.
"kita ini sama Karin, aku adalah perempuan sepertimu, aku memang seorang laki - laki selama ini, tapi itu adalah tuntutan hidup yang harus aku jalani...", jelasnya, aku serasa ingi pingsan, hatiku bergejolak dan terasa sangat sakit.
"Itu nggak mungkinnn....", teriakku. Ia menggenggam taganku, bibirk bergetar menahan kekecewaan dalam hatiku.
"keluargaku orang yang sangat tidak mampu Karin, aku menghidupi 4 orang adikku dan ibu ku yang sedang sakit di Indramayu. Aku harus menjadi orang yang kuat ketika harus bersaing mendapatkan pekerjaan di Jakarta ini. Menjadi satpam dan pengiring lagu di cafe adalah satu - satuya usaha yang bisa aku lakukan. Aku terpaksa menutupi identitasku dan menjadi laki - laki agar aku bisa menjalani pekerjaanku. Aku sangat senang mengenalmu.....sungguh..... tapi inilah kenyataannya", ceritanya, aku tak mampu lagi berkata - kata, semuanya telah hancur...... ini gila bagiku.
"Ma'afkan aku membuatmu salah menempakan aku dalam hidupmu....",katanya lagi.
"pandai sekali kau menarik hati seorang wanita....... apakah tidak bisa kenyataan ini dirubah agar hati ini tidak terluka?", ucapku degan bibir gemetar.
"jika aku bisa, aku akan memilih menjadi seorang laki - laki agar bisa menjaga hatimu", ucapnya.
Tangisku tumpah, tak tahan lagi aku menopang hati yang telah patah, kubiarkan ia jatuh lunglai di tanah.
Eka menarik dan merengkuhku dalam pelukannya,
"biarkan aku menjagamu sebagai adikku...... lupakan laki - laki bernama Eka dalam hatimu, dan kenalilah aku sebagai perempuan yang kau kasihi sebagai kakakmu...", lanjutnya.
Aku mengangguk. Begitu banyak rahasia di dalam kehidupan ini, terkadang apa yang kita tahu bukanlah sesuatu yang nyata, justru sebuah kejujuran itu ada ketika kita menempatkan keterusterangan ditempat tertinggi, keyakinan tidak cukup, yang terpenting adalah keikhlasan menghadapi kenyataan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar