slalu menutup mata
dia adalah malam
aku dan dia.....
dia menutup mata...
dia terus berjalan..
dia tak hiraukan..
aku dan dia....
terbanglah bersmaku...
manusia sempurna untukku......
Alunan lagu "manusia sempurna" yang dinyanyikan oleh suara bening Giring Nidji terdengar pelan dari kamar tetangga sebelah apartemen ku. Tuhan mungkin tidak pernah menciptakan seseorang yang sempurna, dan jika Ia menciptakan satu, sudah tentu Ia akan segera mengambil seseorang ( yang sempurna itu ) kembali.
Tidak ku sangka, lagu itu membuat kedua mata ku basah dan perih, entah lagu itu atau memang perasaan ku yang terlalu sedih, siapa dan apa yang harus disalahkan?aku tidak tau.Sudah tujuh puluh dua jam dua puluh dua menit aku mengisolasi diri dalam kamar ini, hanya suara lagu sendu inilah yang ku dengar, aku tuli, bisu, dan buta dari panggilan mama, papa, telepon, teman - temanku, semuanya. Aku juga merasa tidak memandang apapun, siang atau malam, indah atau buruk rupa, hanya ada wajah "manusia sempurna" itu dalam retina ku, aku pun tidak mengucapkan satu kata pun, aku tidak merasakan apa - apa selain sesak didada ini. Siapapun pasti pernah merasakan kehilangan, ada yang bersikap lebih bijak dari aku tapi ini adalah kehilangan terberat yang pertama bagi ku, dan jika aku di beri pilihan, maka lebih baik jika aku yang meninggalkan dan tidak merasakan bagaimana sakitnya kehilangan.
Berkali - kali aku berteriak - teriak dalam hati dan berharap ini adalah mimpi, aku ingin segera bangun dan tersadar dari sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan akan terjadi, aku memang bukan orang yang tegar. Tapi ini nyata, dia memang telah pergi, dia tidak mengelus rambutku, tidak memelukku, tidak berdiri dhadapan ku dan mengtakan "berhentlah menangis ratu ku", tidak akan pernah lagi..Air mataku semakin deras semakin deras.....deras, deras lagi, deras dan.....
"Firmaaaaaaaaaaannnnn"...., aku berteriak dan aku rasakan gelap dalam pandanganku, sayup - sayup masih ku dengar suara mama dan papa memanggil - manggil namaku, dan aku merasa terbang dari dalam tubuhku yang rapuh dan lemah setelah berhari - hari terpuruk dalam duka yang berkepanjangan.
Aku dan Firman adalah KEABADIAN, kami menyebut hubungan kami yang memang sangat sempurna bagi kami. Cinta yang seimbang, kebahagiaan yang tidak pernah ada habisnya, kesetiaan, segalanya mungkin hanya sebagai ujian yang diberikan Tuhan. Sembilan tahun lamanya kami bersama dan cinta itu tidak pernah terkikis oleh waktu.
Aku adalah taurus, yang tidak pernah mau kalah dengan orang lain. Dan Firman ditakdirkan sebagai aquarius, dia adalah seseorang yang selalu memberikan nasihat kepada orang lain untuk sabar menghadapi hidup, bijaksana dan selalu menenangkan.Seperti saling melengkapi, semua perbedaan itu sangat indah dan Tuhan memang menciptakan sesuatu yang berbeda sebagai pasangan. Siang yang terang dengan malam yang gelap, malas dengan rajin, kasar dan halus, lelaki dan perempuan, bukan lelaki dan lelaki atau perempuan dan perempuan. Semua berbeda, tapi ditakdirkan berpasangan, seperti aku dan Firman.
"kamu tau nggak, anak - anak itu selalu bilang kalau Fitri itu naksir kamu...., kemarin aja di sanggar dia terang - terangan bilang kalau kalian sering smsan ", kata ku sambil menangis dan membuat Firman memandang ku dengan khawatir.
"nggak seperti itu Tia,kamu nggak usah dengerin anak - anak donk...", respon Firman dan menyibakkan rambut - rambut kecil di wajah ku.
"nggak seperti itu gimana?. Maksud Fitri bilang gitu itu apa? kamu bener sering sms dia?", aku ngotot.
"Sumpah demi Allah aku nggak ada apa - apa sama dia, apa kamu belum yakin juga kalau aku cuma punya kamu?", Firman meyakinkan ku.
"jawab aja, sering apa nggak?".
"dia memang sering sms dan tanya - tanya soal jadwal latihan, tapi bukan berarti kalau........".
"kalau dia suka sama kamu, kamu suka sama dia?", potongku.
"Dengar, di dunia ini aku cuma kenal satu perempuan yang bisa membuatku mencintainya, nggak ada orang lain dan itu cuma Dewi Setiani, jadi buat apa kamu harus takut ini dan itu?". Firman memegangi kedua pipiku dan dengan tegas meyakinkanku.
"Tapi...."...
"ssssssssttttt...... berhentilah menangis ratu ku". Firman menempelkan telunjuknya dibibirku, dan memaksa ku untuk akhirnya diam. Sesaat kami berpelukan, hati ku terasa tenang tiap mnyandarkan kepala ku di dadanya, dia maha sempurna dan aku takut untuk kehilangan kesempurnaan itu.
Kami bersama - sama mengelola Sanggar "Pipit Murni", yang beranggotakan orang - orang yang berbakat di bidang seni berlagu. Ada sekitar 35 orang yang resmi menjadi bagian sanggar ini., mereka semua bebas berekspresi disini, buat band, paduan suara, vocal group, atau soloist, semuanya bisa, tapi spesifik pada bidang tarik suara dan seni musik.
jika nanti ku sanding dirimu...
miliki aku dengan segala kelemahanku
dan bila nanti engkau disampingku
jangan pernah letih
tuk mencintaiku,.....
Akhirnya ku menemukanmu....
Aku sangat bahagia tiap kali Firman menyanyikan lagu itu untukku. cinta kami semakin kuat seiring berjalannya waktu. Banyak rencana yang ingin kami wujudkan, menikah di eropa, punya anak kembar (padahal nggak ada keturunan kembar), dan bertekad untuk tetap saling mencintai ampai kakek nenek.
Hari itu kami pulang sudah larut malam, sekitar pukul 01.00. Anak - anak sanggar akan mengikuti festival remaja, hal itu membuat kami harus menunggu mereka selesai latihan. Perasaanku sedikit aneh saat itu, mungkin itu adalah sign untuk ku.
"kamu pake helm nya sayang!", seru Firman sambil menyerahkan helm standard nya padaku. Aku ragu menerimanya.
"terus kamu nggak pake helm?", tanya ku heran.
"nggak usah, kamu aja, tadi aku nggak bilang... helm kamu di bawa Agus", jelasnya. Aku tetap ragu.
"nggak ah yank, kamu kan yang di depan, kamu aja yang pake", tolakku, ada yang mengganjal dalam hatiku.
"udah pake aja.... ayo donk", paksanya, aku menerimanya dengan masih ragu - ragu.
"Ayo di pake sayank, kok malah bengong....", lanjutnya. Aku memasang helm itu di kepalaku.
Firman menstater motor Yamaha Vixion warna merah hati miliknya, agak susah.
"kenapa yank?" tanyaku heran.
"nggak tau, mungkin minta bongkar mesin nih", jawabnya sambil terus mencoba menstater motor.
"bukannya kemarin udah dbawa kebengkel?".
"belum sempet, besok aja deh.....eh akhirnya yank, ayo naik". ajaknya ketika motor sudah berhasil distater.
Dijalan, aku merasakan sesuatu yang berbeda, aku mempererat pegangan ku diperutnya, seperti seseorang yang tidak ingin ditinggal pergi.Tangan kirinya pun menggenggam tanganku, dingin rasanya.
"yank...awas.....!", teriakku ketika hampir saja motor yang kami naiki limbung karena terperosok lubang.
"kamu ngantuk ya?", lanjut ku
"nggak yank, rem nya agak dalem....", jawab Firman. Sesaat kami diam.
Seperti tidak sadar,dari arah berlawanan, sebuah bus melaju dan menyambar kami, Firman tidak bisa mengendalikan kemudi, motor yang kami tumpangi masuk kejalur kanan dan kejadian itu terasa sangat cepat bahkan aku tidak sempat berteriak, tapi masih sempat ku lihat tubuh Firman terseret bus dan terlempar jauh, aku tak sadarkan diri. Helm yang ku pakai pun remuk berhamburan.
Aku terbangun dan ku sadari aku di rumah sakit lagi. ada wajah mama, papa, dan Reivan, laki - laki yang aku tau selalu mencintaiku sama seperti Firman, tapi aku tidak.Selama aku sakit pasca kecelakaan, dia tidak berhenti mnsupport ku, tapi juga aku tak bergeming. Kepalaku sangat terasa sakit, wajahku pun serasa kaku seperti sehabis ditaburi gelondongan es batu.Mungkin aku masih beruntung dengan hanya mengalami pendarahan otak, tapi yang aku rasakan tidaklah seperti itu. Aku malah sangat ingin pergi bersama Firman.
"Tia,.....kamu sudah sadar nak?". Mama mengelus rambutku sambil menangis.
"mama...", aku membuka mulutku setelah sekian lama.
"iya, iya sayang".
"bilang saja minta apa Tia, cepet sembuh nak....", papa turut bicara.
"iya Tia, mama dan papa sayang sama kamu.... mama nggak mau kamu erus seperti ini nak....", mama mencium keningku. Aku diam.
"permisi bapak, ibu.... bapak dan ibu berdua ditunggu dokter Safi'i diruangannya, ada yang ingin dibicarakan...", seru suster ang tiba -t iba muncul.
"oh, baik - baik suster...kami segera kesana "jawab papa....
"ayo ma...", ajaknya
"eh, iya... Mama tinggal dulu ya sayang....".
"Revan, om dan tante minta tolong jagain Tia ya...", pinta papa pada Revan.
"oh, iya ya om...", jawab Revan sopan.
Mama dan papa pun keluar ruangan, Revan mendekatiku.
"makasih ya...", seruku pelan,
"iya Tia.... yang penting sekarang cepet sembuh ya....".
"Firman pasti tau kalau semua ini akan terjadi,makanya dia kasih helmnya ke aku....".
"sudahlah Tia, semuanya udah terjadi. Aku pengen banget ngeliat kamu sehat, senyum lagi....ya, kamu harus kuat", nasihatnya.
"kenapa kamu baik banget sama aku Van?".
"Udah sepantesnya kayak gitu Tia....".
"kamu tau kalau aku sangat mencintai Firman kan?".
Revan mengangguk, dirapikannya selimutku, ia tersenyum.
"kamu juga tau kalau aku nggak bisa hdup tanpa dia?".
"apapun yang terjadi sama kamu dan Firman itu kehendak Allah...bagaimanapun kamu harus melanjutkan hidupmu.....".
"makasih sekali lagi ya....". Aku merasa sangat lemah, kedua mataku semakin sulit untuk ku buka.
"Tia... Tia....",
Aku masih mendengar Revan memanggil - manggil dan mengguncang - guncag kan tubuh ku. Tetapi pandangan ku semakin kabur dan aku semakin mati rasa. Aku seperti timbul tenggelam dalam tubuh ini. Sesaat masih kulihat mama dan papa datang dan menangisi aku. Ada banyak orang, tetapi sedikit demi sedikit orang - orang itu menghilang dan aku seprti melayang - layang ditempat yang terang benderang, putih, seperti di surga. Dan ku lihat bayangan yang menghampiri ku, dekat dan semakin dekat hingga terlihat jelas siapa dia. Firman, dia tersenyum dan mengulurkan tangannya padaku, dia menjemput ku. Aku merasa sangat bahagia, dan kini aku tidak akan pernah melepaskannya lagi. Kami adalah keabadian, dan ini adalah surga yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar